Seperti
dedaunan yang dihinggapi embun kala fajar, sedikitpun tak pernah
berharap embun tak beranjak meninggalkannya, sedikitpun tak meminta
embun yang sama kembali esok untuk mencumbu bingkainya.
Seperti
tanah yang membiarkan embun menjadikan altarnya sebagai peristirahatan
terakhir, sedikitpun tak merasa malu sebagai ruang kedua, sedikitpun tak
berharap embun tetap bergenang di ruangnya, sedikitpun tak meminta
embun yang sama kembali esok untuk menyejukkan altarnya.
Adanya embun pun demikian, selalu memberi kesejukan tanpa pernah berharap apalagi meminta ruang untuk suatu keabadian. pasrah mengembara seakan itulah tujuan dari kehidupan. menyejukkan tanpa imbalan.
Berharap,
bijak di saat menjadi daun, merelakan sesuatu yang datang hilang tanpa
ada ratapan ataupun penyesalan, karena semua adalah sketsa perjanjian
ketika memulai kehidupan.
Bijak, disaat menjadi
tanah, meskipun menjadi tempat kedua, namun masih menikmati anugerah
dari Pemilik Alam. Tiada rasa tak puas apalagi lari dari kenyataan.
Bahkan
disaat sebagai embun, yang hanya bisa memberi kesejukan tanpa bisa
menikmati dari apa yang diberikan, adalah rekayasa kehidupan yang
menyisakan ketegaran untuk tetap bertahan. bukankah hidup hanya sesat,
mengapa tidak menjadi yang bermanfaat meskipun tidak mendapat nikmat.
Karena
kehidupan,,, kemarin adalah pengalaman yang tak kan terulang. hari ini
adalah kenyataan yang penuh tantangan, sedang esok hanya harapan dalam
catatan Pemilik Kehidupan. Semoga...!!!