Kamis, 23 Mei 2013

Anonim...

oleh Armen Malino (Catatan) pada 22 Mei 2011 pukul 14:29


Seperti dedaunan yang dihinggapi embun kala fajar, sedikitpun tak pernah berharap embun tak beranjak meninggalkannya, sedikitpun tak meminta embun yang sama kembali esok untuk mencumbu bingkainya.

Seperti tanah yang membiarkan embun menjadikan altarnya sebagai peristirahatan terakhir, sedikitpun tak merasa malu sebagai ruang kedua, sedikitpun tak berharap embun tetap bergenang di ruangnya, sedikitpun tak meminta embun yang sama kembali esok untuk menyejukkan altarnya.

Adanya embun pun demikian, selalu memberi kesejukan tanpa pernah berharap apalagi meminta ruang untuk suatu keabadian. pasrah mengembara seakan itulah tujuan dari kehidupan. menyejukkan tanpa imbalan.

Berharap, bijak di saat menjadi daun, merelakan sesuatu yang datang hilang tanpa ada ratapan ataupun penyesalan, karena semua adalah sketsa perjanjian ketika memulai kehidupan.

Bijak, disaat menjadi tanah, meskipun menjadi tempat kedua, namun masih menikmati  anugerah dari Pemilik Alam. Tiada rasa tak puas apalagi lari dari kenyataan.

Bahkan disaat sebagai embun, yang hanya bisa memberi kesejukan tanpa bisa menikmati dari apa yang diberikan, adalah rekayasa kehidupan yang menyisakan ketegaran untuk tetap bertahan. bukankah hidup hanya sesat, mengapa tidak menjadi yang bermanfaat meskipun tidak mendapat nikmat.

Karena kehidupan,,, kemarin adalah pengalaman yang tak kan terulang. hari ini adalah kenyataan yang penuh tantangan, sedang esok hanya harapan dalam catatan Pemilik Kehidupan. Semoga...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar